Selasa, 03 April 2018

TRMS Banjarnegara 'Ngangsu Kaweruh' di Gembira Loka Yogyakarta Zoo

Untuk mengelola obyek wisata yang baik dan benar, maka Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas (TRMS) Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (28/3) studi banding di Gembira Loka Zoo (GL Zoo) Yogyakarta. 

Rombongan karyawan yang dipimpin langsung oleh Direktur Perumda TRMS Serulingmas, Banjarnegara, Lulut Yekti diterima langsung oleh Kabag Pemasaran GL Zoo, Yossy Hermawan di ruang pertemuan kebun binatang terbesar di Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Usai diterima pengelola Gembira Loka Yogyakarta Zoo rombongan karyawan TRMS yang berjumlah 36 orang tersebut, langsung mengunjungi zona reptil dan amphibi serta taman burung.  Mereka juga melihat pengelolaan manajemen dan keanekaragaman satwa yang dimiliki kebun binatang tersebut.

Direktur Lulut Yekti mengharapkan, ke depannya bisa menjalin kerjasama dengan GL Zoo,  baik dalam pemasaran wisata (paket wisata) maupun dalam hal saling tukar-menukar satwa yang saling menguntungkan. ''Misalnya, koleksi satwa GL Zoo yang berlebih bisa dihibahkan ke kami,'' ujar Lulut Yekti.

Sebelum menyaksikan pentas satwa terampil yang digelar gratis bagi pengunjung, rombongan karyawan TRMS mendengarkan paparan dari Yossy. Ia didampingi Kabag Humas dan Kabag Pendidikan GL Zoo Khrisyanto Agung Wibowo dan Muh. Fazir Safruddin, serta Kanit Kesehatan Hewan setempat drh Karyati. 

Harta Karun Emas Wonoboyo Candi Ijo Yogyakarta Sempat Diduga Barang Curian atau Hasil 'Mbegal'

Temuan harta karun emas Wonoboyo menerbitkan pertanyaan, pada zaman apakah benda itu dibuat atau ada?

Betulkah Wonoboyo ini situs permukiman, bahkan komplek kedaton pada masa itu?

Peneliti sejarah Bugie Kusumohartono memulai telaahnya dengan menyebut dataran antara Kali Kuning di barat dan Kali Wedi di timur, merupakan kawasan dengan tinggalan arkeologik sangat tinggi pada abad 9.

Ciri Buddhisme tampak menonjol, ditandai kehadiran sederet candi mulai Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu, Candi Plaosan, Candi Lumbung, Candi Sojiwan, dan stupa di Dawangsari, dekat Candi Barong sekarang.

Namun kehadiran bangunan Buddhism itu juga berselingan dengan monumen megah Siwa yang dikenal dengan nama Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan yang sekarang.

Beberapa candi Siwa pendukungnya ada di Sambisari, Kedulan, Candi Ijo Yogyakarta, dan Ratu Boko.

Dilihat dari konsentrasi keberadaan peninggalan arkeologik yang sedemikian masif, Bugie merujuk kecenderungan bangunan keagamaan ini umumnya berhimpitan dengan pusat-pusat kehidupan politik semasanya.


Situs temuan harta karun Wonoboyo, terletak sekitar 3 hingga 4 kilometer sebelah timur Kali Wedi. Temuan penting lain selain harta karun emas, ada jejak permukiman kuno di Dusun Plosokuning.

Temuan emas itu sekitar 90 meter di sebelah timur jejak permukiman kuno ini.

Ini mendekatkan kemungkinan keterkaitan antara harta karun emas itu dengan permukiman kuno di lokasi berdekatan.

Beberapa peneliti yang dikutip Bugie menduga di permukiman kuno Plosokuning itu ada penghuninya yang memiliki strata sosial sangat tinggi karena menguasai benda-benda regalia atau emblems of royalty.

Namun, ekskavasi yang pernah dilakukan Balai Arkeologi, Arkeologi UGM, dan Suaka Peninggalan Purbakala beberapa bulan sesudah temuan harta karun emas, mengindikasikan hal lain.

Di sebelah timur permukiman kuno Plosokuning terdapat batas berupa pagar artifisial. Sementara harta karun emas Wonoboyo ditemukan di luar kawasan itu, dan saat ditemukan tidak ditemukan jejak pembatas apapun di sekitarnya.

Widodo (58), orang yang pertama kali menemukan guci berisi emas, mengaku tidak mendapati pembatas atau pelindung apapun di sekitar lokasi temuan. Misalnya, susunan batu di sekelilingnya.

"Guci itu seperti ditanam di lubang tanah, atau diletakkan begitu saja," kata Widodo.

Guci paling besar saat pertama kali cangkulnya mengenai benda itu, ada dalam posisi agak miring atau hampir roboh. Di atasnya bertumpukan piring, bokor, baskom, dan benda-benda lain.

Widodo yang petani, benar-benar heran dengan temuan itu. Terutama keletakan harta karun tersebut yang seolah-olah diletakkan begitu saja.

"Apa mungkin itu hasil begal atau pencurian, kemudian disembunyikan?" tanyanya.

"Jika hasil begal atau nyuri, mengapa terus terpendam hingga zaman sekarang. Apa mungkin begal atau pencurinya mati, sehingga tak ada yang tahu keberadaan harta karun itu," lanjutnya.

Bugie yang meneliti secara spesifik aspek situs Wonoboyo dari sisi keletakan jenjang permukimannya, justru menemukan petunjuk lain. Jejak permukiman kuno di sebelah barat lokasi temuan emas, dari sisi umur, lebih muda, yaitu jejak abad XIV-XV Masehi.

Penelitian Prof Dr Timbul Haryono dan Dr Riboet Darmosutopo, harta karun emas Wonoboyo dilihat dari cirinya berasal dari abad IX. Benda-benda itu berciri produk untuk bangsawan elite, bahkan kemungkinan properti raja.

Jadi intrepretasi sementara, permukiman kuno di Plosokuning dan harta karun emas Wonoboyo tidak ada kaitannya.

Bugie menengarai permukiman kuno itu ada pada level wanua (desa), sehingga ia memastikan emas itu tidak berkorelasi dengan kehidupan strata wanua.

Posisi dataran kuno yang saat ini tertutupi endapan lahar sejak berabad lalu, menurut Bugie masih memungkinkan akan ada petunjuk penting di bawah permukaan tanah.

Titik temuan harta karun emas Wonoboyo dulu berada sekitar 1,5 meter di bawah permukaan tanah saat itu.

Titik temuan itu kini sudah lenyap, karena sesudah penemuan dan penelitian lanjutan, tanah di lokasi itu kembali dikeruk.

Level dasar permukaan sawah sekarang sekitar tiga meteran di bawah permukaan dataran pada tahun 90an.

Tiga peneliti geografi, Sunarto, Soenarso Simoen, dan Jamulya, mendapati kawasan Wonoboyo berasal dari induk endapan lahan dan endapan fluvial hasil rombakan bahan letusan gunung Merapi.

Perkembangan tanah di situs Wonoboyo masih dalam tahap awal, termasuk jenis rtanah regosol yang belum mengalami diferesial horison.

Dari survei lapangan, situs Wonoboyo ada pada lapisan budaya masa lampau yang terkubur endapan lahar rata-rata setebal 200 cm.

Di bawah endapan lahar ini pernah terbentuk tanah yang di atasnya ada aktivitas penduduk, yang teridentifikasi pernah memanfaatkan batuan (exsitu) yang berasal dari sumber di bentang perbukitan Baturagung di perbatasan Klaten-Gunungkidul.

Dari survei geolistrik, kawasan situs Wonoboyo yang meninggalkan jejak permukiman kuno, terbentang melebar ke utara hingga melompati jalan lingkar Dusun Plosokuning.